Kita sering mendengar bahwa ilmu nahwu dan ilmu tata bahasa arab, seperti halnya ilmu-ilmu lain dalam islam berasal dari Ali as. akan tetapi kebanyakan kita tidak mengetahuinya.
Abu Al-Qasim zajjaj adalah salah seorang ulama ilmu nahwa dan tata bahasa arab, ia meriwayatkan dari Abu Ja’far Ahmad bin Muhammad bin Rustam Thabari. Abu Hatim Sistani dari Ya’qub bin Ishaq Hadhrami dari Said bin Muslim bahili dan Said menukil dari ayah dan kakeknya, bahwa Abu Al-Aswad Al-Duali berkata:
Aku berkunjung ke rumah Amirul Mukminin Ali as., aku melihat beliau menundukan kepala dan sedang berfikir dalam.
Aku berkata kepadanya: Wahai Amirul Mukminin apa yang lagi anda fikirkan?
Beliau berkata: Aku mendengar bahwa di
kota kamu ada beberapa orang salah dalam membaca Alquran. Aku berniat untuk menyusun kitab tentang dasar-dasar tata bahasa arab.
Aku berkata : jika anda berkenan berilah kesempatan kepadaku, sehingga kami bisa mengabadikan pelajaranmu itu.
Setelah beberapa hari beliau memberikan kepadaku buku kecil yang bertuliskan; “bismillahirrahmannirrahiim kalam dalam bahasa arab terbagi menjadi tiga bagian; isim, fi’il dan huruf.
Isim adalah kata yang menceritakan musamma ( benda yang diberi nama ). Fi’il adalah kata yang menceritakan gerak gerik ( pekerjaan ) musamma. Sementara huruf adalah kata yeng menceritakan suatu makna yang bukan isim dan bukan juga fi’il.
Kemudian beliau berkata: lanjutkanlah dan jika mungkin tambahkan kepadanya.
Wahai Abu Al-aswad! Isim juga memiliki tiga bagian; isim dhahir (yang jelas), isim mudhmar (yang tersembunyi/dhamir) dan isim yang tidak dhahir dan juga tidak mudhmar.
Para ulama banyak berdebat pada isim yang ketiga ini yaitu yang tidak dhahir dan tidak mudhmar.
Abu Al-Aswad berkata: dari perkataan Ali as. aku menangkap beberapa poin dan aku sampaikan kepadanya: dari huruf naashibah ( yang menasabkan ) yaitu, inna, anna, laita, la’alla dan kaanna. Dan aku tidak menyebutkan kata laakinna. Beliau lalu menimpal; kenapa engkau tidak menyebutkan kata laakinna?
Aku berkata: kata itu tidak termasuk golongan ini.
Beliau berkata: anda salah, kata itu termasuk golongan tersebut. Maka masukanlah kata laakinna kepada isim yang menasabkan.
Lalu Zajjaj berkata: Ketika Amirul Mukmini as. berkata kepada Abu Al-Aswad bahwa isim terbagi menjadi tiga yaitu isim dhahir, isim mudhmar dan isim yang bukan dhahir dan bukan mudhmar dan ulama hanya berdebat pada isim jenis ketiga, seperti kata; zaid, amr dan lain-lain.
Isim Dhahir seperti kata rajul, fars… Dan isim mudhmar seperti kata ana, anta, antuma, antum…atau huruf ‘ta’ pada kata fa’alta…atau huruf ‘kaf’ pada kata ghulaamuka…atau hurut ‘ya’ pada kata Ghulaami…atau huruf ‘ha’ pada kata ghulaamuhu… atau huruf ‘ya’ pada kata ikramii… atau huruf ‘naa’ pada kata kharajnaa… atau huruf ‘alif’ pada kata qaamaa… dan seterusnya…
Isim yang bukan dhahir dan bukan mushmar adalah isim-isim mubhaamaat seperti kata-kata ; haadzaa, haadzihi… man, maa, alladzi, ayyu, kam, mataa, ‘aina dan lain-lain.
Ketika menyebutkan aturan tata bahasa arab Ali as. berkata : kalam dalam bahasa arab ada tiga bagian; isim, fi’il dan huruf. Lalu beliau menyebutkan definisi dan pembagiannya lalu berkata : masalah yang paling rumit adalah mengetahui bahasa arab yang mubhamaat. ( Zahr Al-Rabi’, cetakan Najaf hal. 173 )
Tidak ada komentar:
Posting Komentar